Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts

Selasa, 25 November 2014

Giro



PEMBAHASAN
Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir merupakan kebalikan dari sistem cek, berupa surat perintah untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening lain yang ditunjuk surat tersebut. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka.
Perbedaan tersebut termasuk jenis perbedaan sistem 'dorong dan tarik' (push and pull). Suatu cek adalah transaksi 'tarik': menunjukkan cek akan menyebabkan bank penerima pembayaran mencari dana ke bank sang pembayar yang jika tersedia akan menarik uang tersebut. Jika tidak tersedia, cek akan "terpental" dan dikembalikan dengan pesan bahwa dana tak mencukupi. Sebaliknya, giro adalah transaksi 'dorong': pembayar memerintahkan banknya untuk mengambil dana dari akun yang ada dan mengirimkannya ke bank penerima pembayaran sehingga penerima pembayaran dapat mengambil uang tersebut. Karenanya, suatu giro tidak dapat "terpental", karena bank hanya akan memproses perintah jika pihak pembayar memiliki daya yang cukup untuk melakukan pembayaran tersebut. Namun ini juga berarti pihak pembayar tidak mendapatkan keuntungan dari "float".[1]
A.    Giro Wadiah
Wadiah terbagi dua:
a.       Wadi’ah yad al-amana
b.      Wadi’ah yad adh-dhamanah
Pada wadiah jenis inilah yang secara luas kemudian diaplikasikan dalam dunia perbankan syariah dalam bentuk produk-produk pendanaan. Salah satunya yaitu dengan Giro (Current Account)[2]

Giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah,yakni titipan murni setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah , pihak yang menerima titpan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini berarti bahwa wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh , yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Dalam kaitannya dengan produk giro , bank syariah menerapkan prinsip prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan dan memanfaatkan uang dan barang titipannya, sedangkan bang syariah bertindak sebagai pihak yang di titipi yang disertai hak untuk mengelola daa titipan dengan tanpa meggunakan kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun demiian, bank syariah diperkenankan memberikan insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.
Dari pemaparan di atas , dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum Giro Wadiah sebagai berikut:
·         Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus penjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersbut.
·         Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan dimuka.
·         Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik sebagian ataupun seluruhnya.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bank dapat memberikan bonus atas penitipan dana wadiah. Pemberian bonus dimaksud merupakan kewenangan bank dan tidak boleh diperjanjikan dimuka.
Pada prinsipnya, teknik perhitungan bonus wadiah dihitung dari saldo terendah dalam satu pulang. Namun demikian, bonus wadiah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut:
1.      Saldo terendah dalam satu bulan takwin di atas RP 1.000.000,- (bagi rekening yang bonus wadiahnya dihitung dari saldo terendah),
2.      Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp 1.000.000,- (bagi rekening yang bonus gironya dihitung dari sa;do rata-rata harian).
3.      Saldo hariannya diatas Rp 1.000.000,-(bagi rekening yang bonus wadiahnyadihitung dari saldo harian).
Besarnya saldo giro yang mendapatkan bonus wadiah dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:
1.      Rp 1 juta s.d. Rp 50 juta
2.      Diatas  Rp 50 juta s.d. 100 juta
3.      Diatas Rp 100 juta[3]

B. Giro Mudharabah
Yang dimaksud dngan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabh mempunyai dua bentuk , yakni mudharabah Mutlaqah dan mudharabah muqayyadah, yang perbedaan utama diantara keduanya  terletak pada ada atau tidaknya pensyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek inestasinya. Dalam hal ini , bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Perhitungan bagi hasil giro mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung ditiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil giro mudharabah adalah sebagai berikut:


 


                                                                                                                         

Dalam perhitungan bagi hasil giro mudharabah tersebut, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:
1.      Hasil perhitungan bagi hasi dalam angka satuan bulan tanpa mengurani hak nasabah
2.      Hasil perhitungan pajak dibulatkan ke atas sampai puluhan terdekat.






















KESIMPULAN
Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir merupakan kebalikan dari sistem cek, berupa surat perintah untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening lain yang ditunjuk surat tersebut. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka.
Giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah,yakni titipan murni setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah.














DAFTAR PUSTAKA
A.Karim, Adiwarman, Bank Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2011
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2012


[2] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012) hlm. 284
[3] Adiwarman A Karim, Bank Islam (Jakarta:  Rajawali Pers,2011) hlm. 339-341

Sabtu, 13 September 2014

MUSYAROKAH

KATA PENGANTAR
       Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia rahmat dan hidayah-Nya, kegiatan penyusunan makalah dapat terlaksana dengan baik.
            Penyusunan makalah ini merupakan salah satu kegiatan proses belajar-mengajar dalam kampus IAIN Padangsidimpuan, dalam upaya meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan yang bernuansa Islami. Makalah yang berjudul MUSYARAKAH ini menyajikan tentang akad kerja sama antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Mengacu pada pengertian tersebut, pemakalah merasa perlunya pembahasan lebih mendalam lagi mengenai musyarokah ini.
. Makalah  ini berasal dari kumpulan berbagai buku dan  situs  yang kami cari, kemudian sedemikian rupa kami singkat menjadi sebuah makalah.
Pemakalah juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu yang telah memberikan kami bimbingan dan bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Akhirnya, semoga Allah meridhoi kegiatan penyusunan makalah  ini dan memberikan manfaat bagi kita semua yang membacanya.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
 PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
 PEMBAHASAN......................................................................................................... 2
A.   Hadist tentang Musyarakah.................................................. 2
B.   Kosa kata Hadist.................................................................. 2
C.   Biografi Abu Hurairah.......................................................... 2
D.   Isi kandungan Hadist............................................................ 4
E.    Pengertian Musyarakah........................................................ 4
F.    Rukun dan Syarat Musyarakah............................................ 5
G.   Macam-macam Syirkah........................................................ 6
H.   Berakhirnya Syirkah............................................................ 7
KESIMPULAN........................................................................................................... 9

PENDAHULUAN
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam Perbankan Syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-Musyarakah, al-Mudharabah, al-Muzharaah, dan al-Musaqah.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-Musyarakah dan al-Mudharabah, sedangkan al-Muzharaah dan al-Musaqah dipergunakan khusus untuk plantion  financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.
Untuk mendapatkan rezeki karunia Allah banyak cara yang dilakukan orang. Sebab selagi masih hidup banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Ada orang yang berusaha secara individu dan adapula yang berusaha bersama-sama (kolektif). Diantara usaha yang berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah koperasi, bagi hasil, dan kerja sama dalam pertanian (sawah atau ladang).

PEMBAHASAN
  1. Hadist Tentang Musyarakah
عن ابي هريرة رفعه قل ان الله يقول انا ثا لث الشريكين ما لم يخنن احد هما صا حبه فاذا خانه خرجت من بينهما. ( رواهه ابو داود والحا كم عن ابي هريرة )
Artinya: ”Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu.’” (HR. Abu Daud dan Hakim dari Abi Hurairah)
  1. Kosa Kata Hadist
Aku jadi yang ketiga                                                                          انا ثا لث
Antara dua orang yang berserikat الشريكي                                                    
Selama yang satu tidak khianat                            ما لم يخنن                          
Maka keluarlah aku darinya                                                  خرجت من بينهما 
  1. Biografi Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar. Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya. Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menetangnya dan ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar, engkau boleh pergi dan menceritakan hadist.
Syu’bah bin al-Hajjaj memperhatikan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dan meriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua riwayatnya tersebut. Syu’bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tegas berkata: Bertakwalah kepada allah dan berhati hati terhadap hadist. Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal diantara periwayat hadist dimasanya”.
Abu Hurairah meriwayatkan hadist dari /abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat lainnya. Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang, terdiri dari para sahabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha’, Mujahid dan Asy-Sya’bi. Sanad paling shahih yang berpangkal daripadanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya (Abu Hurairah).
Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah. Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.[1]
  1. Isi Kandungan Hadist
Hadis ini menerangkan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah- Nya, selama tidak ada teman yang mengkhianatinya. Perkongsian akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperigatkan Allah SWT, bahwa dalam berkongsi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya.[2]
  1. Pengertian Musyarakah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan Syirkah ialah “Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
Menurut Hasbi as-Siddiqi, bahwa yang dimaksud dengan Syirkah ialah “akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya.”
Idris Ahmad menyebutkan Syirkah sama dengan Syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.[3]
  1. Rukun dan Syarat Musyarakah
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun syirkah hanya ada satu yairu sighat (ijab dan Kabul) karna sighatlah yang mewujudkan adanya transaksi syirkah.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah ada empat yaitu: sighat, dua orang yang melakukan transaksi (‘aqidhain), dan objek yang ditransaksikan. Sighat, yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing dari dua pihak yang bertransaksi yang menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya. Sighat terdiri dari ijab Kabul yang sah dengan semua hal yang menunjukkan maksud syirkah, baik berupa perbuatan maupun ucapan. ‘aqidhain adalah dua pihak yang melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali dengan adanya kedua belah pihak ini. Distyaratkan bagi keduanya adanya kelayakan melakukan transaksi (ahliyah al-‘aqad) yaitu, baligh, berakal, pandai dan tidak dicekal untuk membelanjakan harta. Adapun objek syirkah yaitu modal pokok. Inibiasanya berupa harta maupun pekerjaan. Modal pokok syirkah harus ada. Tidak boleh berupa harta yang terutang atau benda yang tidak diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagaimana yang menjadi tujuan syirkah, yaitu mendapat keuntungan.
Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama yaitu:
1.      Dua pihak yang melakukuan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian (ahliyah) untuk mewalkilkan dan menerima perwakilan. Demikian ini dapat terwujud bila seseorang berstatus merdeka, baliq, dan pandai (rasyid). Hal ini karena masing- masing dari dua pihak itu posisinya sebagai mitra jika ditinjau dari segi adilnya sehingga ia menjadi wakil mitranya dalam membelanjakan hartanya
2.      Modal syirkah diketahui.
3.      Modal syirkah ada pada saat transaksi.
4.      Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku, seperti setengah, dan sebagainya.[4]
  1. Macam-macam Syirkah
Menurut Said Sabiq, Syirkah itu ada empat macam:
1.      Syirkah Inan
Syirkah Inan yaitu, kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha bersama dengan cara membagi untung rugi sesuai dengan jumlah modal masing-masing.
2.      Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha sesuai dengan persyaratan.
3.      Syirkah Wujud
Syirkah Wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untu membeli sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi antara sesama mereka.
4.      Syirkah Abdan
Syirkah Abdan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha atau pekerjaan. Hasilnya dibagi antara sesame mereka berdasarkan perjanjian seperti pemborong bangunan, instalasi listrik dan lainnya.[5]
  1. Berakhirnya Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut:
1.      Salah satu pihak pembatalannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnyasebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2.      Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun karena alas an lainnya.
3.      Salah satu meninggal dunia, tetapi apabila anggita syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syorkah berjalan terus pada angota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4.      Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.      Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.
6.      Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menaggung resiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta, syirkah  masih dapat berlangsung dengan kekayaaan yang masih.[6]
  
KESIMPULAN
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama yaitu:
1.      Dua pihak yang melakukuan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian (ahliyah) untuk mewalkilkan dan menerima perwakilan.
2.      Modal syirkah diketahui.
3.      Modal syirkah ada pada saat transaksi.
4.      Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku, seperti setengah, dan sebagainya.
Adapun Macam-macam Syirkah:
1.      Syirkah Inan
2.      Syirkah Mufawadhah
3.      Syirkah Wujuh
4.      Syirkah Abdan


[3] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm. 125-127
[4] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012) , hlm. 220-221
[5] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 163-164
[6] Hendi Suhendi., Op.Cit. hlm. 133-134
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2012
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011