
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA NIM
ELISA
MAHARANI 12
220 0047
ELDA
ROSNI DALIMUNTHE 12
220 0062
JENNI 12
220 0064
TARMIZI
TAHER 12
220 0090
Dosen
Pembimbing
ROSNANI
SIREGAR, MA
NIP.
19740626 200312 2 001

STAIN PADANGSIDIMPUAN
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kepada
junjungan Rasulullah SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan kebenaran
dan keselamatan.
Penyusunan
makalah yang berjudul “Wakalah“ disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Fiqh Muamalah.
Penyusun
banyak mendapat kesulitan baik karena keterbatasan kemampuan, sempitnya waktu
yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan penyusunan makalah ini dan
kurangnya sumber atau buku rujukan yang dipergunakan. Akan tetapi, berkat
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak serta usaha penulis akhirnya makalah
ini dapat diselesaikan. Atas bantuan dan arahan yang telah diberikan kepada
penulis, maka penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini.
Demi
kesempurnaan makalah ini penyusun mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhirnya
penulis dengan penuh harapan agar kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya, bagi para pembaca pada umumnya.
Padangsidimpuan,
21 Oktober 2013
Penyusun,
KELOMPOK
3
A. PENDAHULUAN
Dalam
rangka mencapai suatu tujuan sering diperlukan pihak lain untuk mewakilinya
melalui akad wakalah, yaitu
pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan. Di dalam dunia pernbankan wakalah
juga hanya menjadi transaksi
pendukung bukan sebagai transaksi utama.
Oleh
karena itu pemakalah akan menguraikan lebih jelas lagi tentang wakalah tersebut. Di dalam makalah ini
akan diuraikan tentang: pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat, dan
berakhirnya akad wakalah.
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Wakalah (deputyship)
Menurut
bahasa artinya adalah al-hifdz,
al-kifayah, dan al-tafwidh
(penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat). Al-Wakalah atau al-wikalah
menurut istilah berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
a.
Menurut Sayyid
al-Bakri Ibnu al-‘Arif billah al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dhimyati bahwa al-wakalah adalah:
“Seseorang
menyerahkan urusannya kepada yang lain di dalamnya terdapat penggantian”
b.
Menurut Hasbi
Ash-Shiddiqy al-Wakalah adalah:
“Akad
penyerahan kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai
gantinya dalam bertindak.
c.
Menurut Idris
Ahmad bahwa al-Wakalah adalah, seseorang yang menyerahkan urusannya kepada
orang lain yang dibolehkan oleh syara’, supaya yang diwakilkan dapat
mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang, mewakilkan masih
hidup.[1]
Berdasarkan
defenisi-defenisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al-Wakalah adalah penyerahan dari
seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuaatu, pewakilan berlaku
selama yang mewakilkan masih hidup.







payment

2.
Dasar Hukum
Wakalah disyariatkan dan hukumnya adalah boleh. Ini
berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, ijma’
dan qiyas.
a. Dalil
Al-Qur’an QS. Al-kahfi/18:19:
قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا
لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ
فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ
وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
“ Maka suruhlah salah seorang
diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia
lihat manakan makanan yang lebih baik, lalu hendaklah ia membawa makanan itu
untukmu.”
b. Hadis
Nabi:
“Rasulullah SAW mewakilkan kepada
Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (Kabul perkawinan Nabi dengan)
Maimunah r.a.” (HR. Malik dalam al-Muwathah).
c. Dalam
ijma’ ulama sepakat dibolehkannya wakalah.
d. Dasar
qiyas, bahwa kebutuhan manusia menurut adanya wakalah karena tidak setiap orang
mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung sehingga ia membutuhkan
orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.[2]
3.
Rukun dan Syarat
Rukun-rukun
al-Wakalah sebagai berikut:
a.
Orang yang
mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah dia pemilik barang
atau dibawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut.
b.
Wakil (yang
mewakili), syarat-syarat bagi yang mewakili adalah bahwa yang mewakili adalah
orang yang berakal.
c.
Muwakkal
fih
(sesuatu yang diwakilkan), syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan adalah:
1. Menerima
penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya.
2. Dimiliki
oleh yang berwakil ketika ia berwakil itu.
3. Diketahui
dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih samar-samar.
d.
Shigat,
lafaz mewakilkan, shigat diucapkan
dari yang berwakil sebagai simbol keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil
menerimanya.[3]
4.
Berakhirnya akad
Wakalah
Akad
al-Wakalah akan berakhir bila ada
hal-hal sebagai berikut:
a. Matinya
salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah orang
yang berakad masih hidup.
b. Bila
salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang
yang berakad mempunyai akal.
c. Dihentikannya
pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al-Wakalah tidak berfungsi lagi.
d. Pemutusan
oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil sekalipun wakil belum mengetahui
(pendapat Syafi’I dan Hambali), sedangkan menurut mazhab Hanafi wakil wajib
mengetahui putusan yang mewakilkan, sebelum ia mengetahui hal itu, maka
tindakannya itu tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.
e. Wakil
memutuskan sendiri, menurut mazhab Hanafi tidak perlu orang yang mewakilkan
mengetahui pemutusan dirinya atau tidakperlu kehadirannya, agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
f. Keluarnya
orang yang mewakilkan dari status pemilikan.[4]
Wakalah
dapat pula dibedakan menjadi wakalah
mutlaqah (tanpa syarat) dan wakalah
muqayyadah (dengan syarat).
Wakalah
termasuk akad jaiz. Oleh karenanya meskipun para ulama sepakat atas kebolehan
dan menganjurkan wakalah, kedua belah
pihak berhak untuk membatalkan bila menghendaki. Hal ini karena dalam
bermuamalah didasari pada prinsip ‘an
traddim minkum (atas kerelaan para
pihak).[5]
5. Penerapan
makalah dalam Perbankan syariah
Bank syariah dapat memberikan jasa
wakalah, yaitu sebagai wakil
Dari nasabah
sebagai pemeberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil).
Dalam hal ini, bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa
tersebut. Sebagai contoh, bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran
tagihan listrik atau telepon kepada perusahaan listrik atau telepon. Contoh
lain adalah bank mewakili sekolah atau univeritas sebagai penerima biaya SPP
dari para pelajar untuk biaya studi.[6]
C. KESIMPULAN
Al-Wakalah
adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuaatu,
pewakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
Wakalah disyariatkan dan hukumnya adalah boleh. Ini
berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, ijma’
dan qiyas.
Pernyataan ijab
dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak ( akad).
[1]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002),hlm. 232-233.
[2] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah , (Jakarta:
Kencana, 2012), hlm.300-303.
[3]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
(Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm.235
[4]
Hendi Suhendi, Op.cit., hlm.237
[5] H.
Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam (Jakarta:Gema Insani
Press,2003), hlm. 112.
[6] Mardani, Ibid.,
hlm. 306
DAFTAR
ISI
KATAPENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ii
A. PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian.................................................................................................................. 2
2. Dasar
Hukum............................................................................................................. 2
3. Rukun
dan Syarat Wakalah....................................................................................... 3
4. Berakhirnya
Akad Wakalah....................................................................................... 4
KESIMPULAN..................................................................................................................... 5
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................................
0 komentar:
Posting Komentar