Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 13 September 2014

MUSYAROKAH

KATA PENGANTAR
       Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia rahmat dan hidayah-Nya, kegiatan penyusunan makalah dapat terlaksana dengan baik.
            Penyusunan makalah ini merupakan salah satu kegiatan proses belajar-mengajar dalam kampus IAIN Padangsidimpuan, dalam upaya meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan yang bernuansa Islami. Makalah yang berjudul MUSYARAKAH ini menyajikan tentang akad kerja sama antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Mengacu pada pengertian tersebut, pemakalah merasa perlunya pembahasan lebih mendalam lagi mengenai musyarokah ini.
. Makalah  ini berasal dari kumpulan berbagai buku dan  situs  yang kami cari, kemudian sedemikian rupa kami singkat menjadi sebuah makalah.
Pemakalah juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu yang telah memberikan kami bimbingan dan bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Akhirnya, semoga Allah meridhoi kegiatan penyusunan makalah  ini dan memberikan manfaat bagi kita semua yang membacanya.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
 PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
 PEMBAHASAN......................................................................................................... 2
A.   Hadist tentang Musyarakah.................................................. 2
B.   Kosa kata Hadist.................................................................. 2
C.   Biografi Abu Hurairah.......................................................... 2
D.   Isi kandungan Hadist............................................................ 4
E.    Pengertian Musyarakah........................................................ 4
F.    Rukun dan Syarat Musyarakah............................................ 5
G.   Macam-macam Syirkah........................................................ 6
H.   Berakhirnya Syirkah............................................................ 7
KESIMPULAN........................................................................................................... 9

PENDAHULUAN
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam Perbankan Syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-Musyarakah, al-Mudharabah, al-Muzharaah, dan al-Musaqah.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-Musyarakah dan al-Mudharabah, sedangkan al-Muzharaah dan al-Musaqah dipergunakan khusus untuk plantion  financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.
Untuk mendapatkan rezeki karunia Allah banyak cara yang dilakukan orang. Sebab selagi masih hidup banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Ada orang yang berusaha secara individu dan adapula yang berusaha bersama-sama (kolektif). Diantara usaha yang berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah koperasi, bagi hasil, dan kerja sama dalam pertanian (sawah atau ladang).

PEMBAHASAN
  1. Hadist Tentang Musyarakah
عن ابي هريرة رفعه قل ان الله يقول انا ثا لث الشريكين ما لم يخنن احد هما صا حبه فاذا خانه خرجت من بينهما. ( رواهه ابو داود والحا كم عن ابي هريرة )
Artinya: ”Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu.’” (HR. Abu Daud dan Hakim dari Abi Hurairah)
  1. Kosa Kata Hadist
Aku jadi yang ketiga                                                                          انا ثا لث
Antara dua orang yang berserikat الشريكي                                                    
Selama yang satu tidak khianat                            ما لم يخنن                          
Maka keluarlah aku darinya                                                  خرجت من بينهما 
  1. Biografi Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar. Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya. Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menetangnya dan ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar, engkau boleh pergi dan menceritakan hadist.
Syu’bah bin al-Hajjaj memperhatikan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dan meriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua riwayatnya tersebut. Syu’bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tegas berkata: Bertakwalah kepada allah dan berhati hati terhadap hadist. Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal diantara periwayat hadist dimasanya”.
Abu Hurairah meriwayatkan hadist dari /abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat lainnya. Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang, terdiri dari para sahabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha’, Mujahid dan Asy-Sya’bi. Sanad paling shahih yang berpangkal daripadanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya (Abu Hurairah).
Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah. Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.[1]
  1. Isi Kandungan Hadist
Hadis ini menerangkan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah- Nya, selama tidak ada teman yang mengkhianatinya. Perkongsian akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperigatkan Allah SWT, bahwa dalam berkongsi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya.[2]
  1. Pengertian Musyarakah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan Syirkah ialah “Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
Menurut Hasbi as-Siddiqi, bahwa yang dimaksud dengan Syirkah ialah “akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya.”
Idris Ahmad menyebutkan Syirkah sama dengan Syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.[3]
  1. Rukun dan Syarat Musyarakah
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun syirkah hanya ada satu yairu sighat (ijab dan Kabul) karna sighatlah yang mewujudkan adanya transaksi syirkah.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah ada empat yaitu: sighat, dua orang yang melakukan transaksi (‘aqidhain), dan objek yang ditransaksikan. Sighat, yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing dari dua pihak yang bertransaksi yang menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya. Sighat terdiri dari ijab Kabul yang sah dengan semua hal yang menunjukkan maksud syirkah, baik berupa perbuatan maupun ucapan. ‘aqidhain adalah dua pihak yang melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali dengan adanya kedua belah pihak ini. Distyaratkan bagi keduanya adanya kelayakan melakukan transaksi (ahliyah al-‘aqad) yaitu, baligh, berakal, pandai dan tidak dicekal untuk membelanjakan harta. Adapun objek syirkah yaitu modal pokok. Inibiasanya berupa harta maupun pekerjaan. Modal pokok syirkah harus ada. Tidak boleh berupa harta yang terutang atau benda yang tidak diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagaimana yang menjadi tujuan syirkah, yaitu mendapat keuntungan.
Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama yaitu:
1.      Dua pihak yang melakukuan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian (ahliyah) untuk mewalkilkan dan menerima perwakilan. Demikian ini dapat terwujud bila seseorang berstatus merdeka, baliq, dan pandai (rasyid). Hal ini karena masing- masing dari dua pihak itu posisinya sebagai mitra jika ditinjau dari segi adilnya sehingga ia menjadi wakil mitranya dalam membelanjakan hartanya
2.      Modal syirkah diketahui.
3.      Modal syirkah ada pada saat transaksi.
4.      Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku, seperti setengah, dan sebagainya.[4]
  1. Macam-macam Syirkah
Menurut Said Sabiq, Syirkah itu ada empat macam:
1.      Syirkah Inan
Syirkah Inan yaitu, kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha bersama dengan cara membagi untung rugi sesuai dengan jumlah modal masing-masing.
2.      Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha sesuai dengan persyaratan.
3.      Syirkah Wujud
Syirkah Wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untu membeli sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi antara sesama mereka.
4.      Syirkah Abdan
Syirkah Abdan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha atau pekerjaan. Hasilnya dibagi antara sesame mereka berdasarkan perjanjian seperti pemborong bangunan, instalasi listrik dan lainnya.[5]
  1. Berakhirnya Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut:
1.      Salah satu pihak pembatalannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnyasebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2.      Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun karena alas an lainnya.
3.      Salah satu meninggal dunia, tetapi apabila anggita syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syorkah berjalan terus pada angota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4.      Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.      Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.
6.      Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menaggung resiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta, syirkah  masih dapat berlangsung dengan kekayaaan yang masih.[6]
  
KESIMPULAN
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama yaitu:
1.      Dua pihak yang melakukuan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian (ahliyah) untuk mewalkilkan dan menerima perwakilan.
2.      Modal syirkah diketahui.
3.      Modal syirkah ada pada saat transaksi.
4.      Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku, seperti setengah, dan sebagainya.
Adapun Macam-macam Syirkah:
1.      Syirkah Inan
2.      Syirkah Mufawadhah
3.      Syirkah Wujuh
4.      Syirkah Abdan


[3] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm. 125-127
[4] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012) , hlm. 220-221
[5] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 163-164
[6] Hendi Suhendi., Op.Cit. hlm. 133-134
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2012
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011

Wakalah

WAKALAH
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA                                                                         NIM
ELISA MAHARANI                                                  12 220 0047
ELDA ROSNI DALIMUNTHE                                 12 220 0062
JENNI                                                                          12 220 0064
TARMIZI TAHER                                                      12 220 0090
Dosen Pembimbing
ROSNANI SIREGAR, MA
NIP. 19740626 200312 2 001
STAIN
STAIN PADANGSIDIMPUAN
2013/2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Rasulullah SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan kebenaran dan keselamatan.
Penyusunan makalah yang berjudul “Wakalah“ disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Fiqh Muamalah.
Penyusun banyak mendapat kesulitan baik karena keterbatasan kemampuan, sempitnya waktu yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan penyusunan makalah ini dan kurangnya sumber atau buku rujukan yang dipergunakan. Akan tetapi, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak serta usaha penulis akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Atas bantuan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis, maka penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini.
Demi kesempurnaan makalah ini penyusun mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhirnya penulis dengan penuh harapan agar kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, bagi para pembaca pada umumnya.
Padangsidimpuan, 21 Oktober 2013
Penyusun,
KELOMPOK 3



A.    PENDAHULUAN
Dalam rangka mencapai suatu tujuan sering diperlukan pihak lain untuk mewakilinya melalui akad wakalah, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Di dalam dunia pernbankan wakalah  juga hanya menjadi transaksi pendukung bukan sebagai transaksi utama.
Oleh karena itu pemakalah akan menguraikan lebih jelas lagi tentang wakalah tersebut. Di dalam makalah ini akan diuraikan tentang: pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat, dan berakhirnya akad wakalah.

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Wakalah (deputyship)
Menurut bahasa artinya adalah al-hifdz, al-kifayah, dan al-tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat). Al-Wakalah atau al-wikalah menurut istilah berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
a.       Menurut Sayyid al-Bakri Ibnu al-‘Arif billah al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dhimyati bahwa al-wakalah adalah:
“Seseorang menyerahkan urusannya kepada yang lain di dalamnya terdapat penggantian”
b.      Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy al-Wakalah adalah:
“Akad penyerahan kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya dalam bertindak.
c.       Menurut Idris Ahmad bahwa al-Wakalah adalah, seseorang yang menyerahkan urusannya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syara’, supaya yang diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang, mewakilkan masih hidup.[1]
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al-Wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuaatu, pewakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
MUWAKIL
                                                Agency
                                                adminstration                          WAKIL
                                                collection
                                                payment
            MUWAKIL
           
2.      Dasar Hukum
Wakalah  disyariatkan dan hukumnya adalah boleh. Ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas.
a.       Dalil Al-Qur’an QS. Al-kahfi/18:19:
قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
“ Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakan makanan yang lebih baik, lalu hendaklah ia membawa makanan itu untukmu.”
b.      Hadis Nabi:
“Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (Kabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a.” (HR. Malik dalam al-Muwathah).
c.       Dalam ijma’ ulama sepakat dibolehkannya wakalah.
d.      Dasar qiyas, bahwa kebutuhan manusia menurut adanya wakalah karena tidak setiap orang mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung sehingga ia membutuhkan orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.[2]
3.      Rukun dan Syarat
Rukun-rukun al-Wakalah sebagai berikut:
a.       Orang yang mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah dia pemilik barang atau dibawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut.
b.      Wakil (yang mewakili), syarat-syarat bagi yang mewakili adalah bahwa yang mewakili adalah orang yang berakal.
c.       Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan adalah:
1.      Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya.
2.      Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil itu.
3.      Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih samar-samar.
d.      Shigat, lafaz mewakilkan, shigat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.[3]
4.      Berakhirnya akad Wakalah
Akad al-Wakalah akan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
a.       Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad masih hidup.
b.      Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang yang berakad mempunyai akal.
c.       Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al-Wakalah tidak berfungsi lagi.
d.      Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil sekalipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafi’I dan Hambali), sedangkan menurut mazhab Hanafi wakil wajib mengetahui putusan yang mewakilkan, sebelum ia mengetahui hal itu, maka tindakannya itu tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.
e.       Wakil memutuskan sendiri, menurut mazhab Hanafi tidak perlu orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidakperlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
f.       Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.[4]
Wakalah dapat pula dibedakan menjadi wakalah mutlaqah (tanpa syarat) dan wakalah muqayyadah (dengan syarat).
Wakalah termasuk akad jaiz. Oleh karenanya meskipun para ulama sepakat atas kebolehan dan menganjurkan wakalah, kedua belah pihak berhak untuk membatalkan bila menghendaki. Hal ini karena dalam bermuamalah didasari pada prinsip ‘an traddim minkum  (atas kerelaan para pihak).[5]
5.      Penerapan makalah dalam Perbankan syariah
Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil
 Dari nasabah sebagai pemeberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini, bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa tersebut. Sebagai contoh, bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran tagihan listrik atau telepon kepada perusahaan listrik atau telepon. Contoh lain adalah bank mewakili sekolah atau univeritas sebagai penerima biaya SPP dari para pelajar untuk biaya studi.[6]

C.    KESIMPULAN
Al-Wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuaatu, pewakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
Wakalah  disyariatkan dan hukumnya adalah boleh. Ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas.
            Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak ( akad).
 

[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002),hlm. 232-233.
[2] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah , (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.300-303.
[3] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm.235
[4] Hendi Suhendi, Op.cit., hlm.237
[5] H. Adiwarman Aswar Karim,  Ekonomi Islam (Jakarta:Gema Insani Press,2003), hlm. 112.
[6] Mardani, Ibid., hlm. 306
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
A.    PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian.................................................................................................................. 2
2.      Dasar Hukum............................................................................................................. 2
3.      Rukun dan Syarat Wakalah....................................................................................... 3
4.      Berakhirnya Akad Wakalah....................................................................................... 4
KESIMPULAN..................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................